Tentang Sebuah Rasa Percaya

You’ll build your other self from the thing you believe in.

Tiba-tiba kepingin nulis ini gara-gara ngeliat bapak-bapak yang ngelatih anaknya bersepeda. Tapi, mungkin konteks cerita ini agak sedikit meleset dari bapak-bapak tadi.

Cerit ini berawal saat aku masih kuliah. Jaman-jaman semester 5 kalau gak salah. Waktu itu, aku mulai nerima tawaran les privat bahasa Inggris. Padahal waktu itu, aku belum bawa motor dan kemana-mana naik angkot atau nebeng temen (belum booming jaman gojek dan grab, ketahuan kan seberapa tua aku). Nah, karena ada beberapa yang tempatnya jauh, seorang mbak kos menawarkan diri untuk meminjamkan motornya. Awalnya aku ragu dan ingin menolak, takut kalau ada apa-apa sama motornya. Secara itu bukan motor sendiri, kalau kenapa-napa kan jelas banget tanggung jawabku. Tapi, si mbak bilang “bawa aja dek Met. Aku percaya motorku gak bakal kenapa-napa selama kamu hati-hati.”

Sebegitu percayanya, membuatku rada cemas juga. Bismillah, akupun percaya sama diri sendiri kalau gak bakal ada apa-apa. Itu berlangsung gak begitu lama, karena aku merasa ga enak juga kan minjem terus. Sampai akhirnya, suatu hari, akhirnya, aku bawa deh motorku ke Semarang. Terima kasih mbak. Tuhan yang membalas semua perbuatan baikmu.

Terus ceritanya maksudnya apa? Sabar. Jadi, cerita ini nimpa ke aku juga. Sekarang, posisinya akulah yang jadi mbak kos. Tapi, ceritanya sedikit berbeza. Hihihi

Waktu itu, aku sudah lulus kuliah dan mulai bekerja. Masih ngasih les privat juga. Nah, aku punya adik kos yang “baru” saja bisa naik sepeda motor. Dia kemana-mana naik sepeda (sering kupinjam juga sepedanya). Suatu ketika, mau tidak mau dia harus mengendarai sepeda motor. Dia sempat pinjem punya anak kos yang lain (sebut aja si A), tapi entah apa yang terjadi, dia mengalami sedikit kecelakaan. Setelah itu, dia tidak berani meminjam sepeda motornya si A.

Suatu hari, dia mengetuk pintu kamarku. Dengan sedikit ragu, dia meminta izin untuk meminjam motorku. Mengingat saat si A meminjamkan motornya, aku sedikit ragu dan berpikiran kalau hal yang sama bakal terjadi. Tapi, aku mengingat saat mbak kosku meminjamkan aku motor. Bismillah. Aku meminjamkan motorku dan mencoba menghilangkan segala pikiran-pikiran aneh. Alhamdulillah, dia kembali dengan selamat. Yang aku pedulikan adalah, anak tersebut, bukan motorku.

Ini mau kemana sih? Bingung aku tuh! Hehehe. . . Bentaarrr,ini kita masuk ke intinya.

Tentang sebuah rasa percaya yang kamu berikan kepada orang lain. Bukan tentamg bagaimana kamu memberikannya begitu saja,.tapi lebih kepada bagaimana kamu bisa meyakinkan orang tersebut bahwa kamu “percaya” sama orang tersebut. Sayangnya, kadang kala, sering kali, they take it for granted. Semua itu, bakal balik lagi ke kamu. Apa yang kamu berikan ke orang lain, sama seperti kamu “menyemai bibit”, semua bakal balik ke kamu, kamu yang bakal “memanen” hasilnya.

Eits, tapi semua tidak semudah yang seperti yang aku tulis. Saling percaya satu sama lain, memang merupakan kunci agar apa yang kita inginkan tercapai. Namun, jika hanya salah satu yang percaya, yaa ga bakal ada keseimbangan. Dia untung kamu rugi, atau sebaliknya, yang jelas, menurut pendapatku, hasilnya gak bakal baik.

Learn for not taking something or someone for granted. It likes throwing a boomerang. It likes planting a seed. All start within yourself, your willingness, your intention.

Tinggalkan komentar